Chat Dokter
Konsultasi Dokter Online
Konsultasi Dokter Online
Hipermetropi mengacu pada kondisi dimana sinar cahaya yang datang tidak jatuh tepat pada retina melainkan difokuskan di belakang retina (setelah pembiasan melalui lensa mata) (Majumdar, 2021). Hal ini terjadi karena diameter depan-belakang (anteroposterior) bola mata yang lebih pendek dari keadaan normal atau karena kekuatan pembiasan lensa yang rendah (lensa terlalu pipih) atau juga karena kornea mata yang mengalami kerusakan/kelainan. Kejadian hipermetropi meningkat pada individu berusia di atas 40 tahun, tetapi anak-anak juga dapat mengalami kondisi ini (Kliegman, 2020). Saat lahir, sebagian besar manusia mengalami kondisi hyperopia/hipermetropi, namun seiring perkembangannya, bola mata hyperopia akan tumbuh normal dan cahaya yang ditangkap mata akan tepat jatuh di retina (emmetropia). Apabila terjadi kerusakan pada mata, maka hipermetropi dapat berkembang dan mengganggu penglihatan juga aktivitas (Yanoff, 2019).
Klasifikasi hipermetropi menurut American Optometric Association (AOA) dibagi menjadi 3 stase, yaitu :
Resiko terjadinya hipermetropi akan meningkat apabila seseorang mengalami (Majumdar, 2021) :
Gejala hipermetropi dapat berupa (Majumdar, 2021, Upadhyay, 2013):
Untuk mengatasi masalah penglihatan pada kondisi hipermetropi, dapat dilakukan (Majumdar, 2021) :
Daftar Pustaka
Castagno, V. D., dkk. (2014). Hyperopia: a meta-analysis of prevalence and a review of associated factors among school-aged children. BMC ophthalmology, 14, 163. https://doi.org/10.1186/1471-2415-14-163
Kliegman, dkk. 2020. Nelson Textbook of Pediatrics 21st Ed. Online : Elsevier.
Majumdar S, Tripathy K. Hyperopia. [Updated 2021 Aug 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.
Upadhyay, S. (2013). Myopia, Hyperopia and Astigmatism: A Complete Review with View of Differentiation. International Journal of Science and Research, 4(8), pp. 125-9.
Yanoff, Myron danJay S. Duker. 2019. Ophtalmology. Elsevier : Online.